BLANTERVIO104

Pertemuan IV : Pengertian Ijtihad

Pertemuan IV : Pengertian Ijtihad
Kamis, 30 Maret 2023

Pengertian

Ijtihad adalah salah satu istilah penting dalam pemahaman hukum Islam. Ijtihad berasal dari kata "jahada", yang berarti "berjuang" atau "mencoba". Secara umum, ijtihad dapat diartikan sebagai upaya memperoleh pengetahuan tentang hukum Islam melalui proses penafsiran terhadap sumber-sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

Dalam konteks Islam, ijtihad mengacu pada kegiatan para ulama yang berusaha untuk menggali dan menafsirkan hukum Islam dari sumber-sumber hukum yang ada. Ijtihad merupakan suatu proses penafsiran hukum Islam yang dilakukan oleh para ulama dengan menggunakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab, sejarah, dan budaya Arab pada masa Rasulullah dan para sahabatnya. Ijtihad merupakan salah satu cara yang digunakan oleh para ulama untuk mengembangkan hukum Islam agar dapat menjawab permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu pengertian ijtihad adalah upaya pemikiran yang dilakukan oleh ahli fiqih untuk menemukan hukum Islam dalam kasus-kasus yang belum terdapat penjelasan secara jelas dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Secara harfiah, ijtihad berasal dari kata “jahada” yang berarti usaha atau upaya yang sungguh-sungguh. Dalam konteks fiqih, ijtihad mengacu pada upaya ahli fiqih untuk menemukan hukum Islam dengan cara merujuk kepada sumber-sumber hukum yang diakui dalam Islam seperti Al-Quran, As-Sunnah, ijma (kesepakatan ulama), dan qiyas (analogi).

Pada masa awal perkembangan Islam, ketika Nabi Muhammad masih hidup, ia berperan sebagai penafsir tunggal terhadap Al-Quran dan sebagai sumber hukum Islam yang utama. Setelah wafatnya Nabi Muhammad, muncul kebutuhan untuk menemukan hukum Islam dalam konteks situasi yang baru, sehingga munculah pengembangan dan penggunaan ijtihad dalam usaha menemukan hukum Islam.

Menurut sejarah perkembangan fiqih, terdapat empat mazhab dalam Islam yang mengakui penggunaan ijtihad, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Mazhab-mazhab ini mengakui kemampuan ahli fiqih untuk melakukan ijtihad dan menemukan hukum Islam dalam situasi yang baru. Namun, mereka juga mengatur batasan-batasan yang harus diikuti oleh ahli fiqih dalam melakukan ijtihad.

Ruang Lingkup Ijtihad

Ruang lingkup ijtihad meliputi berbagai aspek kehidupan, seperti masalah ibadah, akhlak, muamalah, politik, dan lain sebagainya. Namun, para ulama harus memperhatikan batasan-batasan yang ditentukan dalam sumber-sumber hukum Islam yang menjadi dasar ijtihad mereka. Sumber-sumber hukum tersebut meliputi Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

Al-Qur'an dan As-Sunnah menjadi sumber utama ijtihad karena keduanya merupakan wahyu Allah yang terjaga keasliannya. Ijma' atau kesepakatan para ulama juga dianggap sebagai sumber hukum yang penting dalam ijtihad karena ia merupakan hasil kesepakatan para ulama dalam memahami hukum Islam. Sementara itu, Qiyas merupakan proses analogi atau pembandingan terhadap hukum yang sudah ada dengan hukum yang baru untuk menyelesaikan masalah yang belum terdapat dalam sumber-sumber hukum yang ada.

Tujuan Ijtihad

Tujuan utama dari ijtihad adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang hukum Islam dan menjawab masalah-masalah yang belum terdapat dalam sumber-sumber hukum yang ada. Dalam hal ini, ijtihad menjadi suatu cara untuk mengembangkan hukum Islam agar dapat diaplikasikan dalam berbagai situasi kehidupan yang berubah-ubah.

Selain itu, ijtihad juga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada umat Islam tentang hakikat hukum Islam dan menjawab berbagai persoalan hukum Islam yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ijtihad, para ulama dapat menafsirkan hukum Islam secara kontekstual dan relevan dengan kebutuhan umat Islam pada masa kini.

Ada tiga jenis ijtihad, yaitu:

  1. Ijtihad al-Mutlaq: Ijtihad yang dilakukan untuk menemukan hukum dalam kasus yang belum terdapat penjelasan secara jelas dalam sumber-sumber hukum Islam.
  2. Ijtihad al-Muqayyad: Ijtihad yang dilakukan dengan membatasi diri pada pandangan-pandangan yang sudah ada dalam sumber-sumber hukum Islam.
  3. Ijtihad al-Tarjih: Ijtihad yang dilakukan untuk menentukan pilihan yang terbaik antara dua atau lebih pendapat yang sah dalam sumber-sumber hukum Islam.

Sumber-sumber hukum Islam yang menjadi dasar dalam melakukan ijtihad adalah Al-Quran, As-Sunnah, ijma (kesepakatan ulama), dan qiyas (analogi). Namun, dalam melakukan ijtihad, ahli fiqih juga harus memperhatikan prinsip-prinsip Ushul Fiqh, seperti al-dalalat al-khams (lima bentuk bukti dalam fiqih), dan qawa’id al-fiqhiyah (prinsip-prinsip dasar dalam fiqih).

Dalam konteks kekinian, ijtihad tetap relevan dan diperlukan dalam menemukan hukum Islam yang sesuai dengan situasi dan kondisi zaman sekarang. Hal ini sangat penting mengingat adanya perubahan dalam masyarakat dan teknologi yang memerlukan penafsiran dan aplikasi hukum Islam yang sesuai dengan zaman. Dalam menjalankan ijtihad, seorang mujtahid harus memahami dan menguasai beberapa disiplin ilmu, seperti bahasa Arab, tafsir, hadis, ushul fiqh, qiyas, dan sejarah Islam. Ia juga harus memiliki kemampuan analisis, deduksi, dan induksi yang baik, serta mampu memahami konteks sosial, politik, dan budaya yang mempengaruhi pemahaman terhadap hukum Islam.

Secara umum, terdapat dua jenis ijtihad, yaitu ijtihad mujtahid mutlaq dan ijtihad mujtahid muqayyad. Ijtihad mujtahid mutlaq dilakukan oleh seorang mujtahid yang memiliki kemampuan untuk mengeluarkan hukum baru secara keseluruhan tanpa terikat oleh pandangan ulama terdahulu. Sedangkan ijtihad mujtahid muqayyad dilakukan oleh seorang mujtahid yang membatasi ijtihadnya hanya pada bidang-bidang tertentu yang belum terdapat kesepakatan ulama terdahulu.

Namun, meskipun ijtihad merupakan salah satu bentuk aktivitas intelektual dalam Islam yang penting, tetapi tidak semua orang dapat menjalankannya. Hanya orang yang memiliki kemampuan dan kualifikasi sebagai mujtahid yang dapat melakukan ijtihad. Oleh karena itu, sebagian besar muslim umumnya mengikuti pendapat para ulama yang dianggap memiliki kualifikasi sebagai mujtahid.

Kesimpulan

Ijtihad merupakan salah satu bentuk aktivitas intelektual dalam Islam yang penting dalam menetapkan hukum-hukum Islam yang baru. Dalam menjalankan ijtihad, seorang mujtahid harus memiliki kemampuan analisis, deduksi, dan induksi yang baik, serta mampu memahami konteks sosial, politik, dan budaya yang mempengaruhi pemahaman terhadap hukum Islam. Terdapat dua jenis ijtihad, yaitu ijtihad mujtahid mutlaq dan ijtihad mujtahid muqayyad. Namun, tidak semua orang dapat melakukan ijtihad, hanya orang yang memiliki kemampuan dan kualifikasi sebagai mujtahid yang dapat menjalankannya.


Referensi:

Al-Hilali, M. T., & Khan, M. M. (2002). The Qur'an: English translation and parallel Arabic text. Darussalam Publishers.

Al-Qaradawi, Y. (1988). Fiqh of priorities: the art of dynamic balancing. Islamic Book Trust.

Al-Shawkani, M. (2004). Al-Sayl Al-Jarrar: Abridged. Darussalam Publishers.

Saeed, A. (2008). Islamic thought: an introduction. Routledge.

Share This Article :
M. Abdun Jamil, M.Pd

Saya adalah seorang peminat designer blog/website, maklum masih tahap belajar. Seorang designer blog membutuhkan proses yang panjang, butuh ketelitian, kesabaran, keuletan dan yang pasti jangan menyerah, do the best.

Tambah Komentar

5784226817459633728