BLANTERVIO104

Pertemuan V : Kedudukan Ijma'

Pertemuan V : Kedudukan Ijma'
Kamis, 30 Maret 2023

PENDAHULUAN

Ijma’ adalah salah satu sumber hukum dalam Islam selain Al-Quran, As-Sunnah, dan Qiyas. Ijma’ secara harfiah berarti kesepakatan dalam bahasa Arab, dan dalam konteks hukum Islam, istilah ini merujuk pada kesepakatan ulama mengenai suatu masalah hukum. Kedudukan ijma’ dalam hukum Islam sangat penting, karena dapat membantu menyelesaikan masalah hukum yang belum terdapat ketentuan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

I. PENGERTIAN IJMA’

Ijma’ secara harfiah berasal dari kata ijma’a-yujma’u-ijma’an yang artinya bersatu atau menyepakati. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, Ijma’ didefinisikan sebagai kesepakatan ulama yang terjadi setelah masa Nabi Muhammad Saw. Ulama yang dimaksud adalah mereka yang memiliki keahlian dalam bidang fikih (ilmu hukum Islam) dan memiliki kualifikasi sebagai mujtahid (ahli fikih yang mampu melakukan ijtihad).

Menurut sebagian ulama, ijma’ merupakan sumber hukum yang keempat setelah Al-Quran, As-Sunnah, dan Qiyas. Sedangkan menurut sebagian lain, ijma’ termasuk dalam As-Sunnah dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum yang mandiri.

II. DALIL-DALIL IJMA’

Dalil-dalil ijma’ dapat ditemukan dalam Al-Quran, As-Sunnah, dan riwayat-riwayat para sahabat Nabi. Beberapa ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan tentang ijma’ antara lain:

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَلَا تَنَـٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡ‌ۖ وَٱصۡبِرُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Ayat tersebut menunjukkan pentingnya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta tidak berbantah-bantahan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan adanya kesepakatan dalam menjalankan hukum Islam.

Dalam As-Sunnah, terdapat banyak riwayat yang menyebutkan tentang ijma’, di antaranya:

  1. Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata, “Sesungguhnya umat Islam tidak akan bersatu pada kesesatan, oleh karena itu jika kalian melihat perbedaan pendapat, maka ikutilah sunnah dan ijma’ para sahabat.” (HR. Ahmad)
  2. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda: ‘Allah tidak akan menyatukan umatku pada kesesatan, oleh karena itu jika kalian melihat perbedaan pendapat, maka ikutilah ijma’ para sahabat.’” (HR. Tirmidzi)
Kedua riwayat tersebut menunjukkan pentingnya ijma’ dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di antara umat Islam, sehingga tidak terjadi kesesatan.

III. KEDUDUKAN IJMA’

Kedudukan ijma’ dalam hukum Islam menjadi perdebatan di antara para ulama. Ada yang menganggap ijma’ sebagai sumber hukum yang mandiri, seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i. Sedangkan ada juga yang menganggap ijma’ sebagai bagian dari As-Sunnah, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Menurut para ulama yang menganggap ijma’ sebagai sumber hukum yang mandiri, hal ini didasarkan pada dalil-dalil yang menyebutkan tentang pentingnya kesepakatan dalam menjalankan hukum Islam, seperti ayat Al-Quran yang telah disebutkan sebelumnya dan riwayat-riwayat As-Sunnah yang menjelaskan tentang pentingnya ijma’.

Sedangkan menurut para ulama yang menganggap ijma’ sebagai bagian dari As-Sunnah, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ijma’ hanya terjadi setelah masa Nabi Muhammad Saw. Selain itu, ijma’ juga tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum yang mandiri tanpa dasar Al-Quran dan As-Sunnah.

IV. KONDISI KESAHIHAN IJMA’

Agar suatu kesepakatan ulama dapat disebut sebagai ijma’, harus memenuhi beberapa kondisi kesahihan, yaitu:

  1. Kesepakatan harus terjadi di antara ulama yang memiliki kualifikasi sebagai mujtahid.
  2. Kesepakatan harus terjadi setelah masa Nabi Muhammad Saw.
  3. Kesepakatan harus bersifat mutlak dan tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu.
  4. Kesepakatan harus didasarkan pada dalil-dalil yang jelas dan kuat.
  5. Kesepakatan harus berlaku bagi seluruh umat Islam dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Berikut beberapa contoh masalah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan ijma’:

  1. Menentukan cara penghitungan zakat pada suatu jenis harta yang belum ada ketentuan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
  2. Memutuskan apakah suatu jenis transaksi bisnis halal atau haram, seperti sistem MLM atau investasi saham.
  3. Menentukan hukum suatu perbuatan dalam Islam, seperti apakah menonton film atau mendengarkan musik haram atau tidak.
  4. Memutuskan cara pelaksanaan ibadah yang tidak terdapat ketentuan dalam Al-Quran dan As-Sunnah, seperti shalat jenazah di masa pandemi.
  5. Menentukan hukum dalam masalah pernikahan dan perceraian, seperti hukum polygami atau hukum waris bagi anak hasil perkawinan campur agama.
  6. Menentukan hukum dalam masalah politik, seperti hukum memilih pemimpin atau hukum berpartisipasi dalam sistem demokrasi.
Namun, perlu diingat bahwa ijma’ tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ijtihad atau interpretasi personal terhadap Al-Quran dan As-Sunnah, karena hal tersebut dapat menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ulama. Oleh karena itu, penggunaan ijma’ harus dilakukan dengan hati-hati dan ketelitian agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pengambilan keputusan.

V. KESIMPULAN

Ijma’ merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam yang penting dalam menyelesaikan masalah hukum yang belum terdapat ketentuan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Kedudukan ijma’ dalam hukum Islam menjadi perdebatan di antara para ulama, ada yang menganggap ijma’ sebagai sumber hukum yang mandiri, dan ada juga yang menganggap ijma’ sebagai bagian dari As-Sunnah. Agar suatu kesepakatan ulama dapat disebut sebagai ijma’, harus memenuhi beberapa kondisi kesahihan, yaitu kesepakatan harus terjadi di antara ulama yang memiliki kualifikasi sebagai mujtahid, harus terjadi setelah masa Nabi Muhammad Saw., harus bersifat mutlak dan tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu, harus didasarkan pada dalil-dalil yang jelas dan kuat, dan berlaku bagi seluruh umat Islam dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Dalam praktiknya, ijma’ dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di antara umat Islam. Namun, tidak semua perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan ijma’, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah ijtihad. Oleh karena itu, para ulama harus memiliki kemampuan dalam melakukan ijtihad dengan benar dan konsisten, sehingga dapat memberikan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah hukum dalam Islam.

Dalam konteks yang lebih luas, ijma’ juga dapat dijadikan sebagai contoh dalam membentuk kesepakatan di antara umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ijma’ dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kesepakatan dan memperkuat persatuan dalam membangun masyarakat yang lebih baik.

Share This Article :
M. Abdun Jamil, M.Pd

Saya adalah seorang peminat designer blog/website, maklum masih tahap belajar. Seorang designer blog membutuhkan proses yang panjang, butuh ketelitian, kesabaran, keuletan dan yang pasti jangan menyerah, do the best.

Tambah Komentar

5784226817459633728